Dunia yang Penuh Warna (Atunk Oman)
*Refleksi 2017 (2)
Dunia yang Penuh Warna - Seperti halnya kapas, aku lebih sering mengikuti alur kehidupan. Diterpa angin ke utara maka aku ke utara tanpa berontak.
Selepas lulus S1, sebuah email masuk. Kabar gembira menyapa. Aku lolos beasiswa akademi menulis novel di Cikini, Jakarta. Inilah awal mula aku boyong. Pamit ke para guru, aku melangkahkah jiwa dan ragaku ke ibu kota menemui ibu kandungku dan keluarga.
Aku berjumpa dunia yang lebih luas dan nyata. Di sana bukan hanya ada hitam dan putih, tapi abu-abu. Aku sadar bahwa mengapa pelangi indah, karena dia memiliki beragam warna. Begitu pula Jakarta dan semesta.
***
Angin sepoi-sepoi menggiringku lagi. Kali ini di dunia kerja. Konon, teman-teman yang sudah lama melamar tak kunjung berbuah. Syukur puji Tuhan, aku dipanggil seminggu kemudian. Dunia jurnalis menjadi kandang intelektualku sekaligus istana mata pencaharian.
Aku merasa nyaman benar. Kawan hebat banyak, perusahaan ternama mentereng, dan lebih dari itu, hobiku dibayar tuntas! Namun pada endingnya, aku merasa ada janjiku yang belum terlunaskan. Ada kekeringan dalam jiwaku yang gersang ini.
Info beasiswa S2 menjadi jembatan dahaga, meski aku tak lolos menembusnya. Keringat bercucuran, napas tak terkondisikan. Aku masuk kuliah "terpaksa" namun damai dirasa.
***
Kakak dan ibu mendukungku penuh. Bahkan mereka menggelontorkan dana yang tak sedikit untuk itu. Padanya aku ucapkan berjuta terima kasih. Kelak, bumi dan langit membalasnya dengan cinta kasih.
Aku kembali begelut dengan buku, makalah, sampai presentasi ganjil yang pernah kualami. Ada perbedaan mencolok daripada bangku kuliah sebelumnya. Di sini, aku merasa harus lebih dewasa bersikap, kebenaran tak mutlak hanya dari satu pintu.
Dosen-dosen berbobot menemani meja kuliah kami. Berderetan gelar disandangnya, berbagai pengalaman dikantonginya, puluhan bahkan ratusan artikel ilmiah internasional ditelorkannya. Ada kepuasan tersendiri ketika bertemu mereka, meskipun ada saja kekecewaan sebutir biji jagung.
Kali ini Tuhan tertawa, melihat kita mengkaji ayat-Nya namun sikap tak kunjung berubah.
Jkt, 2 Januari 2018
#notes #atunkoman
Dunia yang Penuh Warna - Seperti halnya kapas, aku lebih sering mengikuti alur kehidupan. Diterpa angin ke utara maka aku ke utara tanpa berontak.
Selepas lulus S1, sebuah email masuk. Kabar gembira menyapa. Aku lolos beasiswa akademi menulis novel di Cikini, Jakarta. Inilah awal mula aku boyong. Pamit ke para guru, aku melangkahkah jiwa dan ragaku ke ibu kota menemui ibu kandungku dan keluarga.
Aku berjumpa dunia yang lebih luas dan nyata. Di sana bukan hanya ada hitam dan putih, tapi abu-abu. Aku sadar bahwa mengapa pelangi indah, karena dia memiliki beragam warna. Begitu pula Jakarta dan semesta.
***
Angin sepoi-sepoi menggiringku lagi. Kali ini di dunia kerja. Konon, teman-teman yang sudah lama melamar tak kunjung berbuah. Syukur puji Tuhan, aku dipanggil seminggu kemudian. Dunia jurnalis menjadi kandang intelektualku sekaligus istana mata pencaharian.
Aku merasa nyaman benar. Kawan hebat banyak, perusahaan ternama mentereng, dan lebih dari itu, hobiku dibayar tuntas! Namun pada endingnya, aku merasa ada janjiku yang belum terlunaskan. Ada kekeringan dalam jiwaku yang gersang ini.
Info beasiswa S2 menjadi jembatan dahaga, meski aku tak lolos menembusnya. Keringat bercucuran, napas tak terkondisikan. Aku masuk kuliah "terpaksa" namun damai dirasa.
***
Kakak dan ibu mendukungku penuh. Bahkan mereka menggelontorkan dana yang tak sedikit untuk itu. Padanya aku ucapkan berjuta terima kasih. Kelak, bumi dan langit membalasnya dengan cinta kasih.
Aku kembali begelut dengan buku, makalah, sampai presentasi ganjil yang pernah kualami. Ada perbedaan mencolok daripada bangku kuliah sebelumnya. Di sini, aku merasa harus lebih dewasa bersikap, kebenaran tak mutlak hanya dari satu pintu.
Dosen-dosen berbobot menemani meja kuliah kami. Berderetan gelar disandangnya, berbagai pengalaman dikantonginya, puluhan bahkan ratusan artikel ilmiah internasional ditelorkannya. Ada kepuasan tersendiri ketika bertemu mereka, meskipun ada saja kekecewaan sebutir biji jagung.
Kali ini Tuhan tertawa, melihat kita mengkaji ayat-Nya namun sikap tak kunjung berubah.
Jkt, 2 Januari 2018
#notes #atunkoman