Skip to main content

Hukum Melaknat Seseorang Secara personal

Keharaman melaknat Seseorang


ﺍﺗﻔﻖ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﺗﺤﺮﻳﻢ ﺍﻟﻠﻌﻦ ﻓﺈﻧﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻹﺑﻌﺎﺩ ﻭﺍﻟﻄﺮﺩ ﻭﻓﻲ ﺍﻟﺸﺮﻉ ﺍﻹﺑﻌﺎﺩ ﻣﻦ ﺭﺣﻤﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻼ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﺒﻌﺪ ﻣﻦ ﺭﺣﻤﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻣﻦ ﻻ ﻳﻌﺮﻑ ﺣﺎﻟﻪ ﻭﺧﺎﺗﻤﺔ ﺃﻣﺮﻩ ﻣﻌﺮﻓﺔ ﻗﻄﻌﻴﺔ

Ulama bersepakat akan keharaman melaknat, karena pengertian laknat dalam perspektif linguistik adalah penjauhan dan penyingkiran, sementara dalam perspektif syara' berarti penjauhan dari Rahmat Allah Ta'ala. Karena itu, tidak diperbolehkan menjauhkan dari Rahmat Allah Ta'ala orang yang tidak diketahui keadaannya dan akhir hayatnya dengan pengetahuan yang pasti.

ﻗﺎﻟﻮﺍ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻌﻦ ﺃﺣﺪ ﺑﻌﻴﻨﻪ ﻣﺴﻠﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﺃﻭﻛﺎﻓﺮﺍ ﺃﻭ ﺩﺍﺑﺔ ﺇﻻ ﻣﻦ ﻋﻠﻤﻨﺎ ﺑﻨﺺ ﺷﺮﻋﻲ ﺃﻧﻪ ﻣﺎﺕ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﺃﻭ ﻳﻤﻮﺕ ﻋﻠﻴﻪ ﻛﺄﺑﻲ ﺟﻬﻞ ﻭﺇﺑﻠﻴﺲ

Ulama berpendapat: tidak diperbolehkan melaknat personal tertentu baik itu muslim, kafir, atau hewan kecuali orang yang telah kita ketahui secara jelas dengan nash syar'i bahwa ia mati dalam keadaan kafir atau akan mati dalam keadaan kafir seperti Abu Jahl (yang telah mati) dan Iblis (yang kelak akan mati).

ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻠﻌﻦ ﺑﺎﻟﻮﺻﻒ ﻓﻠﻴﺲ ﺑﺤﺮﺍﻡ ﻛﻠﻌﻦ ﺍﻟﻮﺍﺻﻠﺔ ﻭﺍﻟﻤﺴﺘﻮﺻﻠﺔ ﻭﺍﻟﻮﺍﺷﻤﺔ ﻭﺍﻟﻤﺴﺘﻮﺷﻤﺔ ﻭﺁﻛﻞ ﺍﻟﺮﺑﺎ ﻭﻣﻮﻛﻠﻪ ﻭﺍﻟﻤﺼﻮﺭﻳﻦ ﻭﺍﻟﻈﺎﻟﻤﻴﻦ ﻭﺍﻟﻔﺎﺳﻘﻴﻦ ﻭﺍﻟﻜﺎﻓﺮﻳﻦ ﻭﻟﻌﻦ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﻣﻨﺎﺭ ﺍﻷﺭﺽ ﻭﻣﻦ ﺗﻮﻟﻰ ﻏﻴﺮ ﻣﻮﺍﻟﻴﻪ ﻭﻣﻦ ﺍﻧﺘﺴﺐ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮ ﺃﺑﻴﻪ ﻭﻣﻦ ﺃﺣﺪﺙ ﻓﻲ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﺣﺪﺛﺎ ﺃﻭ ﺁﻭﻯ ﻣﺤﺪﺛﺎ ﻭﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ ﻣﻤﺎ ﺟﺎﺀﺕ ﺑﻪ ﺍﻟﻨﺼﻮﺹ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ ﺑﺎﻃﻼﻗﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﻭﺻﺎﻑ ﻻﻋﻠﻰ ﺍﻷﻋﻴﺎﻥ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ

Adapun melaknat dengan sifat, maka tidaklah haram. Hal ini seperti melaknat perempuan yang menyambung rambut, perempuan yang meminta disambungkan rambutnya, perempuan yang mentato, perempuan yang meminta ditato, pemakan riba dan client-nya, para pembuat patung, para pelaku kedhaliman, para pelaku kefasikan, dan orang-orang kafir.

Begitu pula tidak haram melaknat orang yang mengubah batas-batas tanah, orang yang menjadi wali palsu, orang yang bernasab pada orang yang bukan ayahnya, orang yang berbuat bid'ah atau melindungi pelaku bid'ah, dan lain sebagainya sifat-sifat yang terdapat nash-nash syariat dengan memutlakannya terhadap sifat-sifat itu, bukan terhadap personal tertentu.
Wallahu a'lam

Mochammad Fuady Abdullah

Ref.: Al-Imam an-Nawawi dalam syarh Shahih Muslim