Skip to main content

Komunitas Tanpa Batas (Atunk Oman)

*Refleksi 2017 (3)

Komunitas Tanpa Batas - Setiap pribadi punya kenakalannya sendiri-sendiri. Seperti kancil yang loncat sana-sini bergabung dengan berbagai spesies. Atau bunglon yang tak konsisten akan warna fisiknya. Sampai mereka lupa siapa, apa, dan mengapa dirinya diciptakan.

Begitu pun dengan pergaulanku. Nakal, bandel, dan terkadang binal liberal. Aku sering melanggar banyak pagar. Berkenalan lalu gabung ke komunitas, kemudian beralih untuk menelusuri yang lainnya.

Ini juga terjadi saat aku menempuh kuliah pascasarjana. Aku sengaja tak mengambil jurusan linier. Terlalu kaku dan tak istimewa. Bagiku. Maklum nakal. (Namun mereka yg konsisten linier harus kita acungi dua jempol kehormatan). Aku ingin hal berbeda yang kelak aku bisa berkiprah di dalamnya. Atau, hal itu yang mempengaruhi pola pikirku yang liar.

***

Bertemulah aku dengan pemuda Palembang asal Komering yang cukup progresif. Kafe hitam pinggir jalan menjadi obrolan pertama kami. Tukar pikiran dan koleksi barang.

Waktu melaju, ia mengenalkanku kepada seorang yang ternyata aku pernah menjalin komunikasi dengannya. Sebuah grup pencinta bahasa yang digawangi Kemendikbud menjadi tempat kami sebelumnya. Rambutnya yang gondrong gahar, senyumnya yang tulus menggambarkan kematangan jiwanya.

Hampir di setiap malam akhir pekan, berjam-jam kami mengunyah obrolan. Tentang pernaskahan, kebudayaan, filsafat pemikiran, sampai hal-hal ringan soal tayangan televisi yang menjemukan. Di sinilah aku menemukan rumah keduaku.

***

Komunitas akan membuka aib kita yang sesungguhnya. Bergelut dengan orang lain, yang tak melulu pujian sebagai santapan. Di sana kita belajar bahwa kita saling membutuhkan; menambal kebocoran, berbagi kelebihan.

Satu komunitas bagiku tak cukup. Kita perlu sudut pandang lain, yang kaya akan wacana dan fakir keegoisan.

Aku bingung, kali ini Tuhan sedang apa. Mungkin Dia tengah menyimak celoteh kita, atau bahkan ikut menyeduh kopi hingga fajar tiba.

Jkt, 4 Januari 2018

#notes #atunkoman