Falsafah Mubtada' Khobar Bagi Kehidupan Santri Setelah Pulang Ke Masyarakat
Dalam tulisan ini saya mencoba untuk mengungkap sebuah falsafah dari ilmu nahwu, yaitu ilmu yang membahas tentang gramatika bahasa arab.
Yang akan saya ke tengahkah adalah tentang Falsafah Mubtada' Khobar Bagi Kehidupan Santri Setelah Pulang Ke Masyarakat, Semoga Bermanfaaat
Dalam khazanah ilmu gramatika arab, banyak istilah atau tanda-tanda dari sebuah kalimat, dan dalam istilah tersebut terselip sebuah hikmah akan gambaran kehidupan di dunia ini, kita ambil contoh pada mubtada' dan khobar.
Dalam kehidupan pesantren pastinya ada kyai juga ada santri, dalam hal ini, kyai bagaikan mubtada', sedangkan santri bagaikan khobar.
Khobar dalam gramatika arab dibaca rofa' karna di rofa'kan oleh mubtada'. artinya posisi khobar adalah posisi yang sama dengan mubtada' dalam hal rofa' (mulia), dan memang benar adanya bahwa orang yang sedang mengajar dan belajar adalah pada posisi yang sama dalam derajat kemuliaan. seakan-akan posisi murid adalah posisi kyai.
Dalam praktek kehidupan setelah sang murid pulang dari pesantren, ternyata posisi mubtada' khobar tetap berlaku, yaitu sang murid akan menjadi kyai juga di kampung halamannya, ini menandakan bahwa seorang santri bisa saja menjadi mubtada' di kampung halamannya.
Lalu bagaimana dengan seorang murid atau santri yang tidak menjadi kyai atau ustadz di kampung halamannya setelah pulang mondok?
Seorang santri yang tidak menjadi kyai atau ustadz di kampung halamannya bahkan menjadi pedagang, PNS atau apalah itu, tetep seorang santri tersebut dikatakan rofa' mengikuti mahal, karena dalam bab mubtada' khobar, khobar bisa saja terbentuk dari jer majrur, jadi rofa'nya berupa mahal (posisi).
Bagi santri yang setelah pulang jadi kyai, atau ustadz di kampung halamannya, maka dalam gramatika arab hal itu disebut sebagai khobar jumlah, artinya sang santri yang tadinya waktu nyantri diibaratkan khobar, tapi ketika pulang ke kampung halamannya, dia berubah menjadi khobar jumlah, yaitu bentuk kalimat khobar yang di dalamnya terdapat jumlah (susunan mubtada' khobar baru).
Sang santri tersebut statusnya tetap jadi santri di pondok yang pernah dia singgahi, tapi disisi lain, sang santri tersebut menjadi seorang kyai di kampung halamannya.
Mungkin hanya ini yang bisa saya uraikan tentang Falsafah Mubtada' Khobar Bagi Kehidupan Santri Setelah Pulang Ke Masyarakat, dan mungkin kalian bisa qiyaskan (analogika) sendiri. Bila ada kritik atau saran dan masukan, silahkan anda tulis di kolom komentar
wallahu a'lam
Yang akan saya ke tengahkah adalah tentang Falsafah Mubtada' Khobar Bagi Kehidupan Santri Setelah Pulang Ke Masyarakat, Semoga Bermanfaaat
Dalam khazanah ilmu gramatika arab, banyak istilah atau tanda-tanda dari sebuah kalimat, dan dalam istilah tersebut terselip sebuah hikmah akan gambaran kehidupan di dunia ini, kita ambil contoh pada mubtada' dan khobar.
Dalam kehidupan pesantren pastinya ada kyai juga ada santri, dalam hal ini, kyai bagaikan mubtada', sedangkan santri bagaikan khobar.
Khobar dalam gramatika arab dibaca rofa' karna di rofa'kan oleh mubtada'. artinya posisi khobar adalah posisi yang sama dengan mubtada' dalam hal rofa' (mulia), dan memang benar adanya bahwa orang yang sedang mengajar dan belajar adalah pada posisi yang sama dalam derajat kemuliaan. seakan-akan posisi murid adalah posisi kyai.
Dalam praktek kehidupan setelah sang murid pulang dari pesantren, ternyata posisi mubtada' khobar tetap berlaku, yaitu sang murid akan menjadi kyai juga di kampung halamannya, ini menandakan bahwa seorang santri bisa saja menjadi mubtada' di kampung halamannya.
Lalu bagaimana dengan seorang murid atau santri yang tidak menjadi kyai atau ustadz di kampung halamannya setelah pulang mondok?
Seorang santri yang tidak menjadi kyai atau ustadz di kampung halamannya bahkan menjadi pedagang, PNS atau apalah itu, tetep seorang santri tersebut dikatakan rofa' mengikuti mahal, karena dalam bab mubtada' khobar, khobar bisa saja terbentuk dari jer majrur, jadi rofa'nya berupa mahal (posisi).
Bagi santri yang setelah pulang jadi kyai, atau ustadz di kampung halamannya, maka dalam gramatika arab hal itu disebut sebagai khobar jumlah, artinya sang santri yang tadinya waktu nyantri diibaratkan khobar, tapi ketika pulang ke kampung halamannya, dia berubah menjadi khobar jumlah, yaitu bentuk kalimat khobar yang di dalamnya terdapat jumlah (susunan mubtada' khobar baru).
Sang santri tersebut statusnya tetap jadi santri di pondok yang pernah dia singgahi, tapi disisi lain, sang santri tersebut menjadi seorang kyai di kampung halamannya.
Mungkin hanya ini yang bisa saya uraikan tentang Falsafah Mubtada' Khobar Bagi Kehidupan Santri Setelah Pulang Ke Masyarakat, dan mungkin kalian bisa qiyaskan (analogika) sendiri. Bila ada kritik atau saran dan masukan, silahkan anda tulis di kolom komentar
wallahu a'lam