Skip to main content

Menganalisa Full Day Shool (FDS) dan Pengaruhnya Terhadap Kemerosotan Moralitas Anak Bangsa

Menganalisa Full Day Shool (FDS) - Ada sebuah analisa bahwa program FDS adalah sebuah pesan konspirasi yang dikemas cantik bahkan seperti membius untuk menghancurkan NU.

Kenapa?

Karena Madin atau Madrasah Diniyyah yang ada diseluruh indonesia, hampir semuanya dikelola oleh kyai-kyai NU.

MaDin ini memang secara struktural bukan BaNom NU, tapi realitas di lapangan MaDin sebagaimana saya sebutkan diatas dikelola oleh para Nahdhiyyin. Jadi bisa dikatakan MaDin adalah sayap NU.

Para kiyai sadar bahwa masyarakat grassroot itu beragam bentuk tipikal, status sosial, tingkat spiritualitas dan cara pandang hidupnya, lebih spesifik lagi soal pandangan mereka terhadap pendidikan agama.

Eksistensi MaDin ditengah masyarakat khususnya warga Nahdhiyyin memiliki nilai tersendiri.

Bagaimana tidak!..

Di Madrasah anak-anak kita dikenalkan dasar-dasar ilmu agama. Bukankah ini perkara wajib!.

Banyak diantara orang tua yang buta agama, tidak bisa mengajari anak-anaknya, lalu dititipkanlah anak-anaknya di Madin ini.

Di kampung sewaktu saya kecil, MaDin Awwaliyah jenjang pendidikannya 4 tahun dan Diniyyah Wusthonya 2 tahun, artinya sama dengan SD yakni 6 tahun kala itu. Para kyai mencoba mengimbangi pendidikan umum dengan pendidikan agama dengan mensinergikan waktunya.

Saya masih ingat Diniyyah Wustho tajwidnya sudah pakai Al-Jazariyyah, gramatikanya pakai jurumiyyah dan amrithy, sedang awamilnya ada diniyyah ûla atau awwaliyah.

Kembali ke analisa semula bahwa program FDS ini adalah entry point untuk menggembosi dan menggerogoti kekuatan NU.

Ada sinyalemen NU harus lenyap tahun 2025 dan usaha-usaha yang mengarah kesana sedang bahkan sudah dimulai beberapa tahun kebelakang.

Ketika MaDin yang menjadi basic pendidikan agama untuk anak-anak kita hilang, maka NU sudah kehilangan satu sayap juangnya. 'Aqidatul Awam yang merupakan pelajaran wajib MaDin ini dengan sendirinya tidak dikenal lagi oleh anak-anak kita, Kecuali mereka yang akhirnya mondok.

Tapi yang tidak berkesempatan mondok, bagaimana kita membekali akidah mereka agar tidak mudah goyah, lebih-lebih dizaman fitnah ini?

Anak-anak yang tidak mengenal MaDin apalagi kemudian tidak masuk pesantren, akan mudah labil dan salah arah dalam memilih pijakan ajaran agamanya.Kaum puritanisme, verbalistik, radikalism, tekstualis akan mudah menjaring mereka untuk masuk kelompok ini.

Bagaimanapun MaDin adalah bagian dari kita, bagian dari NU dan bagian dari bangsa ini.

Arane gah analisa, sefaham ora sefaham, terserah bae, karepe kono gah dih. beli maksa reang mah..tiiiiiingeling.


Mochammad Fuady Abdullah.