Skip to main content

Pentingnya Bermadzhab Menurut Pandangan Imam Al-Ghazali

Pentingnya Bermadzhab Menurut Pandangan Imam Al-Ghazali - Hujjatul Islam Imam Al Ghazali Rohimahullòh Berkata :

علمت أن رد المذهب قبل فهمه والإطلاع على كنهه رمي في عماية

"Aku mengerti sekarang, bahwa seseorang yang menolak madzhab sebelum memahaminya dan mencoba keluar dari pakem (mainstream substansial) dan eksistensinya maka itu sama halnya membenamkan diri dalam kebutaan"
(Al Munqidz min Adh Dholâl li Hujjatil.Islam Abu Hamid Al Ghazali, hal:41).


Imam Ghazali Rohimahulloh sebagaimana dikenal sebagai ulama yang menguasai berbagai disiplin ilmu, bahkan seorang tokoh sending kristen DR. william dari inggris timur menyebut bahwa Imam Ghazali adalah satu dari tiga tokoh yang sangat besar jasa dan pengaruhnya dalam Islam. Dua lainnya menurut William adalah Rosulullah SAW dan Imam Muslim.

Imam Ghazali adalah filusuf muslim. Beliau adalah Faqîh dan Ushûly, beliau juga muhaddits dan Shufi besar dalam islam, tapi beliau dalam soal furu' tetap bermadzhab Syafi'i.

Karya-karya Al Ghazali hampir semuanya fenomenal dan dikaji, baik dalam dunia islam maupun diluar islam, para sarjana filsafat barat dan eropa banyak mengangsu dan mengambil pelajaran, khususnya dibidang filsafat Al Ghazali.

Minhajul 'abidin, Ihya Ulumiddin, Al-Munqidz mina Adh Dholal, Al-Mustasyfâ, Al Wasit fil Madzhab adalah dari sekian karya Imam Ghazali.

Imam Ghazali memahami sekali tentang muqoronatul madzahib, ini bisa dilihat dalam karya Al-Wasith fil madzhab yang terdiri dari 6 jilid. Berbeda dengan Ihya Ulumiddinnya yang menggabungkan antara syariat dan hakikat atau mengajarkan spiritual akal dan jiwa bagi para salikin.

Dalam Al-wasith ini beliau banyak menengahkan ikhtilaf para fuqoha walaupun pada akhirnya beliau lebih mengutamakan pendapat Syafi'iyyah sebagai madzhabnya.

Dalam Al-Mustasyfa, kita juga akan mengenal bahwa Imam Ghazali adalah pakar ushul fiqh.

Ringkasnya seorang ulama sekaliber Hujjatul Islam Al Ghazali tetap saja bermadzhab.

Kalau kita mau mengkritisi dan sedikit bertanya-tanya tentang "Kenapa para ulama dulu pasca generasi "salaf" diberbagai karya kitabnya tertulis dibelakang nama mereka Al-Hanafi, Al-Maliky, Asy-Syafi'i atau Al-Hambali, kadang diantara mereka sama sekali tidak bernasab kepada para Imam madzhab tersebut".

Ini menunjukkan betapa mereka sangat mencintai ulama panutannya dan imam madzhabnya. Kebanggaan mereka kepada para imam madzhab tentu didasarkan karena para imam, khususnya imam nadzhab yang empat adalah para ahlul ilmi yang keilmuannya bisa dipertanggungjawabkan. Sanad yang muttashil atau bersambung hingga mu'allim, imam dan guru dari segala guru yakni Rosulullah SAW.

Belajar dan ngaji secara muwajjahah dan talaqqi ini adalah syarat wajib dalam menuntut ilmu hingga manfaat dan barokahnya benar-benar terasa. Model ngaji langsung ini terus diikuti dan dilestarikan dari waktu ke waktu oleh para ulama dan santri hingga saat ini.
Berpegang pada madzhab adalah jalan terbaik dalam beragama, karena pemahaman mereka jelas bersumber dari sumber yang jelas dan otentik.

Mereka yang anti madzhab dan mempropagandakan jangan bermadzhab adalah sebuah kekeliruan. Karena para imam madzhab adalah mereka para ulama yang konsisten berpegang teguh kepada Al-Qur'an dan sunnah.

Jadi mengikuti ulama madzhab, hakikatnya kita mengikuti petunjuk Al-Qur'an dan sunnah melalui pemahaman para ahlul ilmi tersebut.

Mochammad Fuady Abdullah