Skip to main content

ANTARA ITTIFAQ (KESEPAKATAN) DAN IJMA' (KONSENSUS)

Ittifaq (kesepakatan) dalam ranah fiqh yang dianggap sebagai ijma' (konsensus) adalah ittifaq yang shorih atau jelas.

Ada juga yang sifatnya tidak shorih/tidak jelas seperti misalnya ada seorang mujtahid atau beberapa mujtahid menyatakan atau menggagas suatu qoul/pendapat dimana para mujtahid lain diam dan tidak ada yang menentang, sementara waktu sudah melewati kesempatan yang cukup jika qoul/pendapat tersebut harus masuk proses pemikiran dan renungan, ditambah lagi tidak adanya hal yang menutup kebebasan berpendapat jika terjadi penentangan, maka inipun disebut ijma'.

Oleh sebagian ulama ijma' semacam ini disebut ijma' sukûty. Contoh dalam hal ini adalah tarawih 20 rokaat yang di cetuskan oleh Sayyidina Umar bin Khoththob RA.

Pertanyaan selanjutnya apakah ijma' sukûty bisa dianggap hujjah atau tidak dalam agama?..

Banyak dikalangan fuqoha ijma' sukûty adalah termasuk ijma' yang menjadi bagian standar hukum agama. Pendapat ini adalah pendapat Imam Ahmad, mayoritas Hanafiyyah, sebagian Ashab Syafi'i, madzhab Syiah Imamiyyah dan sebagian Syiah Az Zaidiyyah.

Para ulama dari kalangan Dzohiriyyah dan sebagaian Hanafiyyah mengatakan bahwa ijma' sukûty tidak dianggap sebagai ijma' dan tidak bisa dijadikan hujjah dalam soal agama. Sementara Imam al Amidy dan lainnya menisbatkan kalau pendapat ini juga pendapat Imam Syafi'i RA.

Namun syekh Hasyim Jamil dalam kitabnya Masâ-il Al Fiqh Al Muqorin mengatakan: "Saya melihat dalam Ar Risalah Asy Syafi'i bahwa qoul sahabat yang tidak diketahui setuju dan tidaknya dianggap sebagai hujjah".

Dari kutipan ini difahami bahwa ijma' sukûty menurut Imam Syafi'i RA tidak dianggap sebagai ijma qoth'i tapi dianggap sebagai hujjah dzonniyyah (argumentasi melalui hasil identifikasi dan penelitian) yang bisa dijadikan pijakan hukum ketika tidak ditemukan lainnya. Pemahaman ini seperti menjawab pernyataan imam Al Amidy dan lainnya diatas yang menyebut bahwa ijma' sukûty bukanlah ijma' dan tidak bisa dijadikan hujjah. (penjelasan lengkap bisa dilihat dalam Ar Risalah, hal; 597, Kasyful Asror 1/228, Roudhoh An Nadzir hal; 76, Al Ahkam karya Ibn Hazm 4/175, Al Ahkam karya Al Amidy 1/187). Wallohu a'lam.

Mochammad Fuady Abdullah.